Re-launching SAQINA.COM

Re-launching SAQINA.COM
Bisnis online sering dibayangkan mudah. Namun kami ingin mengelolanya sebaik toko-toko offline kami.

Monday, July 7, 2008

Si Bedul dalam Kubangan Ilusi Pengetahuan

Bedul untuk kesekian kalinya pulang begitu bersemangat. Ia baru saja mengikuti forum motivasi. Seperti biasa, dalam 2x24 jam, semua keinginan untuk melakukan banyak hal kedepan begitu menggebu. Pikirannya penuh perencanaan apa yang harus ia lakukan.

Gus Pur : “Dul …wajahmu seperti sudah menikmati kesuksesan hakiki. Begitu sumringah… seperti gambaran manusia bebas finansial dalam impianmu...”

Si Bedul : “Iya Gus … saya baru saja ikut forum jumatan Gus, pembicaranya ok banget. Saya juga baru baca buku marketing yang revolusioner …. Minggu ini hebat Gus, otak-ku penuh vitamin baru … saya jadi tambah bersemangat”…

Gus Pur : (..terkekeh..kekeh ..sambil memberikan majalah SWA edisi April 2008) “Dul … kamu itu persis apa yang ditulis di artikel majalah ini. Nih baca …baca itu artikel yang judulnya - Mengapa Banyak Orang yang Tahu Tapi Tidak Melakukan? –“.

Si Bedul langsung antusias membaca begitu tahu judulnya. Gus Pur cekikikan sambil ngeloyor pergi mau bikin kopi ritualnya.

Gus Pur : “Sudah bacanya Dul … itu semua persis kamu khan. Kamu kerap merasa cukup hanya dengan mengetahui sesuatu. Kamu sudah membaca banyak buku, mengikuti berbagai forum diskusi, menghadiri berbagai pelatihan. Namun, perilaku kamu tidak juga berubah. Kamu masih tidak melakukan apa-apa.

Jelas sekali di artikel itu, “Mengetahui tidak akan pernah membawa perubahan. Mengetahui tidak akan mengubah nasib Anda. Yang akan mengubah nasib adalah melakukan!”

Jelas sekali kamu di artikel itu adalah korban “Ilusi Pengetahuan”, juga “Ilusi Perubahan” dan yang paling parah, kamu sudah bertahun-tahun menjadi korban “Zona Nyaman” seperti yang kamu jalani sehari-hari ini.

Si Bedul : “wah …edan Gus, artikel ini pendek namun langsung mengejek Gus. 1000% mengejekku … aku kok ngga sempat baca yaa”

Gus Pur : “Iya Dul … kamu terlalu sibuk mengumpulkan buku ! kalau uang-mu leluasa, pasti semua buku Kewirausahaan itu kamu borong, semua seminar kamu ikuti, setiap weekend semua forum kamu hadiri. Rak buku-mu dirumah yang nambah terus itu gambaran Ilusi Pengetahuan-mu. Kamu begitu bersemangat di jumat sore, sabtu dan minggu. Semangatmu hanya bertahan maksimal 3x24 jam. Karena senin kami kembali ke Zona Nyaman.

Bahkan buku yang baru kamu beli yang katamu Marketing yang Revolusioner itu, saya rasa hanya akan jadi korban koleksimu saja. Sudah jelas judulnya saja ada kata Revolusi … itu artinya supaya kamu melakukan dengan Cepat, Segera, dengan Cara Tidak Lazim dan Meraih Hasilnya dengan Keras. Revolusi itu keras dan penuh pengorbanan Dul. Buku itu, kalau kamu yang baca, cocoknya judulnya diganti Marketing Evolution !!!

Sudahlah Dul … bawa majalah itu, baca artikel itu 7 kali. Juga buku Marketing-mu itu, percuma kamu baca sekarang ! Buku itu hanya cocok bagi yang sudah melakukan ! kecuali kamu secara Revolusioner memang mau merubah dirimu dulu saat ini, sekarang juga !

Si Bedul ngeloyor pergi …. dalam hatinya selalu dongkol tapi rindu sama Gus Pur … dalam perjalanan pulang pikirannya ter-ngiang-ngiang kata-kata “Ilusi Pengetahuan” ….”Ilusi Perubahan” …dan “Zona Nyaman” ….

salam sukses

rosihan
www.saqina.com

Mengapa Banyak Orang yang Tahu Tapi Tidak Melakukan?

(diambil dari Rubrik Pernik pada majalah SWA No. 08/XXIV.17-29 April 2008)

Seseorang yang bijak datang ke sebuah desa dan menetap di sana untuk memberikan pencerahan. Ketika ia berceramah, orang-orang desa berduyun-duyun datang memenuhi balai desa untuk mendengarkannya. Ceramahnya sangat menarik dan membuat orang-orang tercerahkan. Karena itu, mereka selalu tak sabar menunggu datangnya minggu-minggu berikutnya. Namun, penduduk kemudian menemukan fakta: orang bijak ini ternyata selalu menyampaikan ceramah yang sama. Mereka pun curiga bahwa orang ini sebenarnya seorang penipu yang hanya mengetahui satu ceramah.

Tak dapat lagi menahan kesabaran, penduduk desa beramai-ramai mendatangi orang bijak ini dan bertanya, “Tak dapatkah Anda menyampaikan ceramah yang lain?” Ditanya demikian, orang bijak hanya tersenyum. “Saya belum melihat Anda melakukan apa yang saya sampaikan dalam ceramah pertama,” katanya. “Jadi, mengapa saya harus membebani Anda dengan hal yang lain?”

Apa yang dikatakan orang bijak tersebut sebetulnya sering kita alami. Banyak di antara kita yang kerap merasa cukup hanya dengan mengetahui sesuatu. Kita membaca banyak buku, mengikuti berbagai diskusi, menghadiri berbagai pelatihan. Namun, perilaku kita tidak juga berubah. Kita tidak melakukan apa-apa. Kebiasaan lama yang tidak efektif masih terus kita jalankan. Ini tentu saja sebuah pemborosan biaya yang tidak sedikit.

Fakta ini sering dilupakan orang : mengetahui tidak akan pernah membawa perubahan. Mengetahui tidak akan mengubah nasib Anda. Yang akan mengubah nasib adalah melakukan! Namun mengapa banyak orang yang tahu, tapi tidak melakukan apa-apa?
Ada tiga hal yang menjadi penyebabnya. Pertama, karena mengetahui sering memberikan sensasi hebat. Ketika mengetahui sesuatu, Anda merasa berada di atas kebanyakan orang. Mengetahui menimbulkan kebanggaan tersendiri. Inilah yang sering disebut sebagai “Ilusi Pengetahuan”. Ilusi ini berbunyi: kita sudah berubah hanya dengan mengetahui.

Mengetahui memang sering memberikan jebakan tersendiri berupa perasaan aman dan nyaman. Dengan mengetahui kita menjadi lebih percaya diri karena merasa siap menghadapi segala masalah.

Bahkan, sekadar mengumpulkan buku yang tak pernah sempat kita baca mampu memunculkan ilusi ini.

Kedua, orang tidak melakukan apa yang mereka ketahui karena mereka tidak memiliki alasan untuk melakukannya. Bukankah ketika kita sehat kita tidak punya alasan yang kuat untuk berolah raga? Bukankah ketika perusahaan sedang naik daun kita merasa tidak perlu melakukan perubahan? Ini disebut “Ilusi Perubahan” yang mengatakan bahwa satu-satunya alasan yang masuk akal untuk perubahan adalah ketika terjadi krisis. Padahal, perubahan yang terjadi karena krisis pasti terasa menyakitkan, membutuhkan biaya besar, dan sering sudah terlambat. Bukankah alasan terbaik untuk melakukan perubahan adalah buat mempertahankan posisi yang sudah kita nikmati selama ini? Bukankah perubahan mestinya adalah sesuatu yang kita “haruskan” kepada diri kita sendiri, bukannya menunggu hal itu “diharuskan” oleh situasi, keadaan, pelanggan dan pesaing?

Ketiga, orang tidak melakukan apa yang sudah diketahuinya karena tidak mau meninggalkan zona nyamannya. Apa pun yang biasa kita lakukan memang menciptakan gaya gravitasi yang luar biasa. Karena itu, keinginan menerapkan sesuatu yang baru selalu menciptakan medan pertempuran dalam diri kita. Pertempuran ini sering berjalan tidak seimbang karena kebiasaan lama pasti memiliki gaya tarik yang lebih besar. Belum lagi, ada faktor lingkungan yang juga cukup besar pengaruhnya. Maka, tidak aneh bahwa pertarungan ini akan dengan mudah dimenagi kebiasaan-kebiasaan lama kita.

Majalah SWA