Re-launching SAQINA.COM

Re-launching SAQINA.COM
Bisnis online sering dibayangkan mudah. Namun kami ingin mengelolanya sebaik toko-toko offline kami.

Tuesday, October 23, 2007

Mentalitas Yang Terbebani Identitas

Ramadhan 1994, saya ikut pesantren kilat jaman mahasiswa. Salah satu topik yang begitu melekat sampai hari ini, adalah paparan tentang “The Real I” yang dibawakan oleh Budi Munawar Rachman (intelektual, bidang filsafat kalau tidak salah).

The Real I (identitas yang sesungguhnya) digambarkan dalam sebuah lingkaran, yang didalamnya ada huruf RI (identitas riil) dan dikelilingi banyak lingkaran diluarnya yang membentuk suatu orbit, dimana setiap orbit terdapat banyak I (identitas tambahan) yang lain. Intinya adalah, bahwa identitas kita yang sesungguhnya, seringkali dikelilingi, bahkan tertutupi oleh identitas-identitas tambahan lainnya yang melingkupi pada saat itu. Poin-poit itulah yang saya pahami sampai saat ini.

Coba sekarang kita menanyakan kepada diri sendiri.
Hey… kamu itu siapa sih sesungguhnya ? Kalau saya ditanya seperti itu, saya pasti akan terjebak menjawab sbb:
Oh, “saya Rosihan, saya orang Jawa, saya alumni ITB, saya Konsultan IT, saya bekas Karyawan Astra, saya, saya …, saya …. “ dan seterusnya.

Apakah semua jawaban itu adalah identitas seorang Rosihan sesungguhnya ? saya merasakannya tidak. Jika orang tua saya menamakan Agus juga bisa, jika saya besar di Jawa Barat saya akan jadi orang Sunda, jika saya kuliah di UI maka saya Alumni UI, jika saya ngga kerja di Astra ngga mungkin jadi Karyawan Astra, dan seterusnya …

Semua identitas itu adalah identitas tambahan yang melekat pada diri saya, yang terjadi karena suatu kondisi dan pilihan-pilihan. Bukan Identitas yang sesungguhnya (Real I).


Identitas Yang Membebani

Sadar atau tidak, semua identitas tambahan yang pernah melekat, atau saat ini melekat pada kita, seringkali mempengaruhi cara kita berpikir dan bertindak. Kadang mengambil keputusan untuk “Menjadi Seseorang Yang Baru” atau menambah identitas tambahan yang baru, kita menjadi sulit. Kita kadang menjadi terbebani oleh identitas lainnya yang telah melekat.

“Seorang Manager” kadang merasa RISIH untuk memulai menjadi “Seorang Pedagang”. “Seorang Penulis” merasa RISIH menjadi “Seorang Pengusaha”, atau
“Seorang Pengusaha” merasa RISIH menjadi “Seorang Politisi”, dan lainnya.

Kalau kita bedah kata “RISIH”, sebenarnya terdiri dari sekumpulan asumsi-asumsi dan pemikiran negatif. Perasaan risih ini terjadi, karena mental kita sudah terbebani oleh identitas yang melekat itu. Kita sedang sibuk membanding-bandingkan antar Identitas. Ini suatu hal yang sangat tidak perlu.


Jika kita terus berjuang untuk mengenal siapa diri kita sesungguhnya (Real I), sebenarnya kita tidak perlu merasa terbebani, apalagi terkungkung oleh identitas yang melekat itu. Kita bisa sesuka hati menjadikan kita sebagai: “saya Pengusaha, saya Penulis, saya Pedagang, saya Konsultan” ..dan lainnya.

Ini merupakan salah satu modal mental untuk “Menjadi Apa Aja”, dengan lebih jelas, yakin dan rileks. Kita tidak perlu takut “menjadi yang baru”, dan ini adalah modal dasar kita untuk bergerak terus maju menjadi yang baru.

Jadi, yang “Programmer” tidak perlu merasa risih menjadi “Pedagang”. Yang “Pedagang” tidak perlu merasa minder menjadi “Konsultan”. Yang “Konsultan” tidak perlu merasa rugi jadi “Penulis”. Yang “Penulis” tidak perlu merasa takut menjadi “Pengusaha”

Semua itu adalah pilihan-pilihan, dan “Menjadi Itu “ adalah tidak kekal. Itu bisa berubah. Itu bisa ada masanya. Yang kekal adalah menjadi saya yang sesungguhnya (Real I).
Adalah picik kalau sebagian besar hidup kita hanya dilekatkan pada Satu Identitas. Adalah picik kalau seorang Rosihan hanya ingin menjadi “Konsultan IT”, karena seorang Rosihan selalu bermimpi akan bebas menjadi apa aja, bisa menjadi “Pedagang, Perancang Mode, Pengusaha, Penulis, Pembicara, Politisi, Pejabat, Konglomerat, Pendakwah, Kyai, atau bahkan Guru Bangsa…..”

1 comment:

Rizki Eka Putra said...

Setuju pak dengan tulisannya!